Teror Bagi Papua Dan Stigma Bagi Negeri Aboru !!!

Dari berbagai pemberitaan tentang kasus Teror & Intimidasi Terhadap Mahasiswa Papua & Solidaritas Maluku di Honai Papua – Ambon, setidaknya ada 3 media online yang menuliskan narasi yang berasal dari wawancara dengan Kasubbag Humas Polresta Ambon, Pejabat Kepala Desa Wayame dan Ketua RT setempat. Dalam ketiga narasi pemberitaan tersebut, dikronologogikan bahwa awal terjadinya adu argumentasi mereka dengan Mahasiwa Papua di Asrama Honai yang berujung teror, intimidasi dan penyerangan adalah dikarenakan kecurigaan mereka terhadap kedatangan “warga asing” yang “diindikasikan” adalah warga Negeri Aboru, Kec. Pulau Haruku, Kab. Maluku Tengah. Nah… jika sampai di bagian ini anda membaca pemberitaan tersebut dengan konstruksi berpikir logis, maka mungkin akan muncul di benak anda pertanyaan-pertanyaan seperti yang kami punya di bawah ini;

1. Darimana seseorang dapat “diindikasikan” sebagai Orang/Warga Negeri Aboru? Apakah dari segi fisik, gerak tubuh, atau kebiasaan-kebiasaan lainnya? Jika “Ya”, ini bisa dikatakan “Racial Profiling” atau lebih mudahnya disebut tindakan rasisme.

2. Alibi dugaan para pelaku teror dan intimidasi terhadap kawan-kawan di Honai Papua – Ambon ini, tidak ada satupun yang dapat dibuktikan pada malam itu… Termasuk soal kedatangan Warga Aboru di Asrama Honai. Tapi yang jadi soal, kalaupun ada “Orang Aboru” yang datang mengunjungi Honai malam itu, apa alasan bahwa orang itu “harus dicurigai” dan dilacak keberadaannya sampai timbul kegaduhan?! Sudah jadi tindak pidana-kah menjadi seorang Aboru yang mengunjungi Asrama Papua?!?! Apa yang ditakuti dari pertemuan “Orang Aboru” dan “Orang Papua”?!?!?! Apapun jawaban atas pertanyaan-pertanyaan poin ini, pastilah berujung pada stigmatisasi terhadap Orang Aboru.

Lalu… Apa yang jadi masalah di titik ini? Kita mungkin bisa mulai menanyakan dari para warga sipil yang turut serta melakukan aksi teror dan intimidasi malam itu. Apa yang jadi pola pikir mereka yang rasis dan menstigma Orang Aboru dan Papua tersebut? Apa latar belakang pola pikir dan tindakan itu? Dari mana awal munculnya sikap rasis itu? Apakah ada yang mensuplai mis-informasi dan doktrin itu? Siapa mereka?? Lalu… tidak bisakah Orang Aboru kita pandang tanpa tendensi, apriori ataupun stigma apa-apa, selayaknya pandangan kita kepada Manusia Maluku dan manusia lainnya di muka bumi ini? Atau jangan-jangan katong masih sering rasis par dorang yang selalu katong panggil “Orang Basudara”?